Selasa, 13 Juli 2010

Ketika Hati Ingin Memilih

Ketika hati bicara mengenai waktu, satu persatu pertanyaan menyayat sepi. Kegundahan yang selama ini menyelimuti jiwa sang pengelana, menjadi terkuak dalam angan.

Ketika hati bicara tentang hidup, roda yang hanya bisa berhenti oleh Yang Maha Kuasa, ternyata, masih sunyi. Tiada berkawan dengan kupu-kupu bahkan ribuan semut merah yang berjalan beriringan.

Ketika hati bicara mengenai pilihan, bagaikan berhadapan dengan jurang-jurang berlubang, samudera tak bertepi, padang pasir nan anggun, bahkan gunung berterjalkan bebatuan tajam.

Ketika hatiku ingin memilih...
dia

(Blora, 14 Juli 2010)

Jumat, 30 April 2010

Aku yang Sedang Jatuh Cinta



Ingin seperti pelangi yang bertemu dengan ujung lautan saat hujan membasahi alam yang lama dirundung kegersangan...

Ingin selalu ceria layaknya raut anak-anak saat menemukan sebuah layang-layang yang terputus dari talinya dan berlari mengejarnya...

Ingin pergi jauh ke negeri di atas awan dan melihat semua yang dilakukannya bersama keindahan bumi malam hari...

Ingin meneduhkannya dari terik sang surya seperti pohon rindang yang menaungi beberapa sayap kupu-kupu dari lelahnya hari...

Ingin merasakan semua yang terjadi di dunia ini bersama keajaiban yang dimilikinya dan membuatku hanya melihat tatapan bawah sadarnya...

Malam...
Akankah aku membisikkan semua kepadanya dan membuat tanda abadi untuknya?

Kaesha
Blora, 15 April 2008






Selasa, 13 April 2010

Puing-puing Hayre

Part 1
 
Aku tidak pernah melihat seperti apa wajah Sang Adam ciptaan-Nya yang satu ini. 

Aku dan dia tidak pernah saling mengeluarkan kata-kata.

Merasakan hembusan angin yang hangat, atau melihat percikkan embun pagi bersama. 

Bagaimana dia melangkahkan kaki, sementara aku ingin menyamai langkahnya yang selalu berpuluh ribu kaki meninggalkanku. 

Bahkan dalam mimpipun, dia selalu tak berwarna.


Dia hidup dalam duniaku yang lain, namun, bukan hanya imajinasi di dunia ini. 

Aku sama sekali tidak pernah bertatap tajam dengan kedua matanya, atau menundukkan mata karena keteduhan hatinya. 

Tapi, aku menyukainya. 

Telah mencintainya. 

Mengagumi keindahan kata-kata tanpa melihat sosok gelap yang berwibawa. 

Sebuah arus yang sulit kumengerti darimana datangnya. 

Begitu saja mengalir memenuhi ruang-ruang hampa dalam jiwa sepi, bahkan hampir mati.

Kaesha
(Blora, 2006)

Minggu, 11 April 2010

Tulisan Ini



adalah tiang-tiang kokoh
lambang yang berdiri tegak
tanpa kamuflase
dia tempat bersembunyi dan berlari
sebuah jeritan hati
yang slalu mendikte jiwa-jiwa sepi
atau bahkan fobia-fobia dunia
yang berputar dalam jentera kehidupan
dia, takkan lapuk oleh panas, hujan dan angin
atau mungkin
gigitan beribu-ribu makhluk bergerigi
akan slalu hadir memenuhi udara-udara
berbagai warna
berjajar bagai barisan lagonder
yang siap menyerang
dan menghidupkan...
Kemerdekaan

Semarang, 23 Desember 2005

"kau simpan dimana hatimu sekarang?"


aku terdiam, 
menyangka dia akan menghampiri dan bertanya 
"kau simpan dimana hatimu sekarang?"
ternyata, 
dia ikut terdiam, 
berlari dari dunia yang kuimpikan,
sebuah kehidupan penuh warna, 
kegembiraan dan kesedihan,
dunia yang selama ini hanya ada dalam bayang semuku,
tetap saja dunia itu disana,
tidak mau bergerak,
kenapa?
karena kau diam, 
mundur 
bahkan mungkin berlari darinya...

Blora, 11 April 2010